Sebuah
kampung yang berada di kali Binai, hiduplah keluarga Binaripits, ia memiliki
seorang istri yang bernama Teweraut, dan anak-anaknya yang sangat banyak bahkan
salah satunya masih bayi. Keseharian keluarga ini pada umumnya sama seperti
keluarga lain mereka ke hutan untuk mencari makan.
Suatu
ketika Keluarga Binaripits kehabisan bahan makan dan hendak pergi mencari makan
di hutan. Binaripits beserta Istrinya Teweraut hanya membawa anak-anaknya yang
sudah mampu berjalan, sedangkan salah
satu dari anaknya tidak dibawah karena masih kecil dan dititipkan pada sang
nenek.
Setelah
kepergian mereka anak kecil yang ditinggalkan itu menangis akibat kehausan.
Sehingga para ibu yang merupakan tetangga dari Binaripits menjadi ibah dan
membantu menyusui anak itu. Setelah pulang dari hutan sang nenek menyampaikan
hal itu, kepada Binaripits dan istrinya. Tetapi mereka tidak peduli akan hal
itu, bahkan hasil yang mereka dapat tidak dibagikan kepada keluarga-keluarga
yang telah membantu menyusui anaknya.
Melihat
perilaku Binaripits beserta istrinya Teweraut membuat ibu-ibu yang membantu menyusui
bayi mereka, sangat marah. Bahkan mereka semua bersepakat untuk tidak membantu
menyusui anak itu lagi, jikalau keluarga Binaripits pergi ke hutan mencari
makan.
Beberapa
minggu berlalu, persedian makanan mereka menipis sehingga mereka berencana
pergi ke hutan untuk mengambil makanan. Keesokan hari di pagi hari, Binaripits
bersama istri dan anak-anak mereka pergi ke hutan untuk mencari makan, seperti
biasa anak yang bungsu mereka titipkan pada sang nenek. Akan tetapi sang nenek
menolak, sebab ketika mereka datang tidak membagikan makanan yang mereka
peroleh kepada keluarga yang telah membantu menyusui anaknya.
Mendengar
ocehan sang nenek, Binaripits dan Teweraut berjanji akan membagikan makanan
ketika mereka pulang dari hutan. Mendengar hal itu, sang nenek pun luluh
hatinya dan menjaga sang cucu seperti biasanya.
Ketika siang menjelang anak itu mulai merasa
kehausan dan menangis, sang nenek berusaha membawa anak itu kepada ibu-ibu
tetangga mereka. Tetapi tak seorangpun mau membantu, karena mereka merasa Binaripits
dan Teweraut tidak menghargai jasa mereka. Bahkan tidak ada sedikitpun rasa berterimakasih
yang mereka.
Karena
anak itu, terus menangis akhirnya sang nenek putuskan untuk menyusul Binaripits
beserta keluarga ke hutan. Karena usia yang sudah rentah, tidak kuat lagi
mendayung, bahkan anak itu terus menangis dan memberontak. Akhirnya anak itu
jatuh dari Jes (Tempat gendongan) ke dalam air. Tak di duga disekitar situ
terdapat buaya penunggu tempat itu, ia lalu menangkap anak Binaripits dan
membawanya kepada Jokow sang ikan paus. Tetapi Jokou menolak sebab ia seekor
ikan yang selalu hidup di dalam air.
Sang
buaya terus berusaha menyelamatkan anak Binaripits , dengan mengantarkan kepada
semua jenis ikan yang berada di kali itu. Akan tetapi hal yang sama pula di
dapatnya, bahwa mereka tidak bisa membantu karena mereka hidup didalam air.
Dengan putus asah buaya terus berjalan dan mengingat-ingat siapa yang dapat
membantu anak Binaripits.
Dalam
perjalanan tiba-tiba ia teringat bahwa ada sebuah pohon Jewer yang beradab
disebelah kali yang mungkin dapat membantu anak Binaripits. Pergilah buaya ke
pohon itu, lalu bertanya apakah ia bersedia menjaga anak Binaripits. Dengan
belas kasihnya, Roh pohon Jewer bersedia menjaga bayi Binarpits dan meminta
buaya untuk menaruh bayi itu di akar pohonnya.
Hari
berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tahun berganti
tahun anak Binaripits yang dulu bayi itu tumbuh menjadi pemuda yang gagah
perkasa dibawa naungan Roh pohon Jewer, pemuda itu diberi nama Jewerakap. Suatu
ketika Jewerakap meminta ijin kepada roh pohon Jewer, untuk bisa bertemu dengan
kedua orang tuannya. Mendengar ucapan Jewerakap, roh pohon Jewer mengisinkannya
dan meminta ia untuk dapat menangkap seseorang yang berada di kampung sebelah
untuk dibawah ke kampungnya.
Pagi
– pagi benar Jewerakap memakai periasan lengkap dengan memegang tombak
disebelah kanannya. Dia terus mengamati pergerakan dari orang yang berada di kampung
sebelah yang tidak jauh dari kampong tempat tinggal keluarganya. Tiba-tiba ada
seorang gadis yang disuruh oleh ayahnya, pergi ke pinggir kali untuk menimbah
air di perahu. Melihat hal itu, Jewerakap menghadang gadis itu dan membawanya
pergi bersamanya untuk bertemu kedua orang Jewerakap.
Sesampai
di kampung seluruh warga bertanya-tanya siapa gerangan yang datang ke kampung
mereka. Sang gadis menjelaskan bahwa dia bersama Jewerakap yang mencari orang
tuanya. Dimana dulu ada seorang nenek beserta bayi yang tenggelam berasal dari kampung
ini dan bayi itu selamat, sekarang ada bersamanya datang mencari keluarganya.
Warga
terheran-heran sambil menunjuk rumah Binaripits dan Teweraut. Sesampai di rumah
Binaripits dan Teweraut pun tercengang-cengang siapa gerangan pemuda yang gagah
perkasa ini. Tewerakap menceritakan kisah perjalan hidupnya yang akhirnya
membuat Binaripits dan Teweraut seketika menangis terseduh-seduh.
Dalam
kegembiraan itu rupanya, terdengar suara teriakan bahwa kampung mereka telah
diserang. Karena masyarakat gadis yang dibawah Tewerakap tidak terima dengan
anak gadis mereka diambil. Dengan sigap Tewerakap menghadang mereka dan
membunuh beberapa dari mereka. Karena kehebatannya, akhirnya masyarakat kampung
mengangkatnya sebagai kepala perang termuda. Jangan lupa….!!! ikuti terus blog
ini yang akan menampilkan hal-hal menarik mengenai suku Asmat.