Kisah Pohon Sagu Yang Menjadi Makanan Utama Suku Asmat

 


Pada masa lampau hiduplah seorang laki-laki bernama Bioripits yang memiliki dua istri serta dua ekor anjing, keluarga Bioripits mendiami hulu sungai Sirets. Suatu hari keluarga ini kehabisan bahan makan yang membuat mereka pergi untuk mencari makan di hutan yang bisa di konsumsi setiap hari. Perjalanan mencari makanan mereka jalani dengan menyusuri hutan dan kali-kali hingga kedalam hutan untuk menemukan bahan makanan.

Perjalanan mencari bahan makanan membuat mereka menjadi lelah dan kemudian memilih untuk beristirahat sejenak melepas pengapnya mentari dan dinginnya malam, setelah berhari-hari mencari bahan makanan. Pada saat beristirahat kedua anjing peliharaan mereka berusaha mencari sumber makanan dengan berkeliaran di seputar tempat istirahat mereka. Tak terduga anjing mereka menyalak-nyalak, tampak gembira, hal ini membuat Bioripit terheran-heran. Lalu Bioripit mendekati kedua anjing dan memeriksa sebatang pohon yang dikelilingi kedua anjingnya itu. Sejak saat itu beoripit bersama keluarganya tidak pernah merasa kekurangan bahan makanan.

Sejak saat itu, pohon itu dikenal dengan nama Pohon Sagu yang menjadi makanan pokok Suku Asmat. Sagu menjadi makanan utama dalam setiap hidangan makanan baik, pagi, siang maupun malam. Untuk memperoleh sagu yang bisa dikonsumsi, harus menotok, menyiram dengan air dan menyaring serta mengendapkannya. Hasilnya itu akan didapatkan sagu yang putih dan sedap rasanya.

Dalam kisah ini juga, membuat Beoripit memiliki anggapan bahwa ia merupakan pemilik sah atas pohon sagu yang ditemukannya. Hal ini yang membuat ular sanca merah menjadi marah, karena ia juga mengklaim sebagai pemilik pohon sagu yang sama ditemukan oleh Bioripit.

Suatu hari ketika bioripit pergi untuk menokok sagu, secara diam – diam diikuti oleh ular sanca merah. Pada saat Bioripit melakukan proses penokok sagu, ular sanca merah melilitnya dan menelanya hidup – hidup yang disaksikan oleh istri dan anaknya.

Kematian Bioripit membuat sang anak yang bernama Teweraut menangis tak henti-henti, baik itu pagi, siang hingga malam. Tangisan itu, terdengar sampai ke telinga seorang lelaki perkasa, yang akhirnya membantu Teweraut membunuh ular sanca marah. Setelah ular sanca merah dibunuh, terhentilah tangisan Teweraut dan menjadikan lelaki yang membunuh ular sanca merah itu, sebagai suaminya.

Jangan lupa….!!! ikuti terus blog ini yang akan menampilkan hal-hal menarik mengenai suku Asmat.

Dormom…o….

etnografi

Post a Comment

Previous Post Next Post