Cinta Segitiga : Ketika Cinta Tak Memiliki Rasa

 


Biwiripit merupakan pemuda yang tampan dan juga gagah perkasah. Ia hidup di pinggir kali Jiwi yang merupakan anak kali dari sungai Bec yang berada di Distrik Asjt. Disitu juga tinggal gadis – gadis yang cantik diantaranya Teweraut dan Pecende. Mereka berdua menyukai laki-laki yang sama yang tidak lain adalah Biwiripit.

Tetapi tidak diduga kecantikan kedua gadis ini, membuat Biwiripit harus memilih mana yang menjadi pujaan hatinya dan wanita yang memenangkan hati Biwiripit adalah Pecende. Akan tetapi hal yang tak diingikan terjadi Teweraut memutuskan untuk kawin lari bersama dengan Biwiripit.

Perkawinan kedua tidak berjalan dengan baik, Biwiripit memilih tinggal di Jew sedangkan Teweraut tinggal bersama kedua orang tua Biwiripit. Kedua orang tua Biwiripit juga tidak menyukai Teweraut, mereka lebih memilih Pecende sebagai pasangannya Biwiripit. Merasa diabaikan Teweraut tetap bersabar karna cintanya kepada Biwiripit, ia bahkan menyiapkan makanan buat kedua orang dari Biwiripit. Serta mengantarkan makanan ke Jew dimana Biwiripit tinggal, tapi makanan yang dibawakan oleh Teweraut, tidak perna disentuh oleh Biwiripit. Sering dibagikan kepada teman-temannya yang berada di dalam Jew.

Melihat situasi itu, hubungan antara Biwiripit dengan Teweraut yang kurang baik, Pecende memanfaatkanya dengan mengajak pria yang diidam-idamkan itu, untuk kawin lari. Hal ini disambut baik oleh Biwiripit yang juga dari awal sudah menyukai Pecende. Kedua orang tua yang melihat hubungan antara anak mereka Biwiripit dan Percende, akhirnya memutuskan untuk menikahkan meraka secara adat dan membayar denda kepada Teweraut.

Akan tetapi, Teweraut tidak terima perlakuan yang dibuat oleh Biwiripit bersama kedua orang tuanya. Ia tetap tabah sebagai istri yang malang nasibnya dan terabaikan. Walaupun ia menerima semua perlakuan itu tetapi didalam hati kecilnya, ia memberontak dan membuat perhitungan terhadap peristiwa ketidak adilan yang terjadi padanya.

Hari – hari itu akhirnya datang juga, dimana ada sebuah pesta adat yang berlangsung di dalam Jew. Seluruh masyarakat kampong turut mengambil bagian dalam pesta itu. Suara memukul tifa membuat membuat tarian – tarian para pria dan wanita dengan penuh energik. Hal ini membuat pecende yang dengan lincahnya menari mengikuti bunyi tifa terus bergerak tampil di depan. Tetapi beda dengan Teweraut, ia telah mempersiapkan sepotong kayu dan merendap-endap diantara para wanita menuju ke tempat Pecende berada. Setalah sampai tepat didekat Pecende,dengan sekuat tenaganya, Teweraut memukulnya dengan kayu yang dibawahnya, hingga pingsan. Hal ini, sontak membuat para pemukul tifa seketika berhenti dan para wanita secara cepat menolong Pecende dengan memberikan ramuan-ramuan hingga ia sadar dari pingsannya.

Saat kejadian pinsannya Pecende, Teweraut melarikan diri kedalam hutan dan bersembunyi sampai berhari-hari. Hilangnya Teweraut membuat hati kedua orang tuanya gelisa akan keselamatan anaknya. Sehingga mereka meminta bantuan kepada seluruh hewan untuk mencari keberadaan Teweraut.

Tangisan kedua orang tua Teweraut terdengar oleh Piaut yang merupakan seekor burung Kasuari. Karena belaskasihannya, Piaut memutuskan untuk mencari keberadaan Teweraut dengan berjalan mengelilingi hutan kurang lebih tiga hari lamanya.,Pada akhirnya, Piaut menemukan Teweraut yang sedang bersembunyi.

Piaut menanyakan alasan kenapa sampai Teweraut melarikan diri ke hutan. Tewerautpun menceritakan kisah pilu yang didapatkannya dari Biwiripit berserta keluarganya. Sehingga membuat Piaut menjadi ibah terhadap nasib yang dialami oleh Teweraut. Sehingga dia berjanji akan mengantar Teweraut untuk menemui kedua orang tuanya.

Piaut dan Tewerautpun berjalan menuju ketempat dimana kedua orang tua Teweraut berada. Sebelum Teweraut sampai kepada keluarganya, Piaut meminta Teweraut untuk menunggu dibawah pohon ketapang, lalu ia menghampiri kedua orang tua Teweraut. Setelah Piaut memberitahukan tentang keberadaan Teweraut, hati kedua orang tua itu sangat gembira.

Akhirnya, Teweraut bisa berjumpa kembali dengan kedua orang tuanya. Mereka beranjak kembali ke kampong disaat matahari mulai turun, sesampai di kampong Teweraut tidak kembali ke Keluarga Biwiripit tetapi dia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Pecende yang setelah dari siumannya, ia kembali ke orang tuanya. Alhasil Biwiripit hidup seorang diri tanpa istri, akibat dari kedua wanita yang cantik jelita itu memutuskan untuk meninggalkan Biwiripit.

Jangan lupa….!!! ikuti terus blog ini yang akan menampilkan hal-hal menarik mengenai suku Asmat.

Dormom..o…o..

         

etnografi

Post a Comment

Previous Post Next Post