Biwiripit
merupakan pemuda yang tampan dan juga gagah perkasah. Ia hidup di pinggir kali
Jiwi yang merupakan anak kali dari sungai Bec yang berada di Distrik Asjt.
Disitu juga tinggal gadis – gadis yang cantik diantaranya Teweraut dan Pecende.
Mereka berdua menyukai laki-laki yang sama yang tidak lain adalah Biwiripit.
Tetapi
tidak diduga kecantikan kedua gadis ini, membuat Biwiripit harus memilih mana
yang menjadi pujaan hatinya dan wanita yang memenangkan hati Biwiripit adalah
Pecende. Akan tetapi hal yang tak diingikan terjadi Teweraut memutuskan untuk
kawin lari bersama dengan Biwiripit.
Perkawinan
kedua tidak berjalan dengan baik, Biwiripit memilih tinggal di Jew sedangkan
Teweraut tinggal bersama kedua orang tua Biwiripit. Kedua orang tua Biwiripit
juga tidak menyukai Teweraut, mereka lebih memilih Pecende sebagai pasangannya
Biwiripit. Merasa diabaikan Teweraut tetap bersabar karna cintanya kepada
Biwiripit, ia bahkan menyiapkan makanan buat kedua orang dari Biwiripit. Serta
mengantarkan makanan ke Jew dimana Biwiripit tinggal, tapi makanan yang dibawakan
oleh Teweraut, tidak perna disentuh oleh Biwiripit. Sering dibagikan kepada
teman-temannya yang berada di dalam Jew.
Melihat
situasi itu, hubungan antara Biwiripit dengan Teweraut yang kurang baik,
Pecende memanfaatkanya dengan mengajak pria yang diidam-idamkan itu, untuk
kawin lari. Hal ini disambut baik oleh Biwiripit yang juga dari awal sudah
menyukai Pecende. Kedua orang tua yang melihat hubungan antara anak mereka
Biwiripit dan Percende, akhirnya memutuskan untuk menikahkan meraka secara adat
dan membayar denda kepada Teweraut.
Akan
tetapi, Teweraut tidak terima perlakuan yang dibuat oleh Biwiripit bersama
kedua orang tuanya. Ia tetap tabah sebagai istri yang malang nasibnya dan
terabaikan. Walaupun ia menerima semua perlakuan itu tetapi didalam hati
kecilnya, ia memberontak dan membuat perhitungan terhadap peristiwa ketidak
adilan yang terjadi padanya.
Hari
– hari itu akhirnya datang juga, dimana ada sebuah pesta adat yang berlangsung
di dalam Jew. Seluruh masyarakat kampong turut mengambil bagian dalam pesta
itu. Suara memukul tifa membuat membuat tarian – tarian para pria dan wanita
dengan penuh energik. Hal ini membuat pecende yang dengan lincahnya menari
mengikuti bunyi tifa terus bergerak tampil di depan. Tetapi beda dengan
Teweraut, ia telah mempersiapkan sepotong kayu dan merendap-endap diantara para
wanita menuju ke tempat Pecende berada. Setalah sampai tepat didekat
Pecende,dengan sekuat tenaganya, Teweraut memukulnya dengan kayu yang
dibawahnya, hingga pingsan. Hal ini, sontak membuat para pemukul tifa seketika
berhenti dan para wanita secara cepat menolong Pecende dengan memberikan
ramuan-ramuan hingga ia sadar dari pingsannya.
Saat
kejadian pinsannya Pecende, Teweraut melarikan diri kedalam hutan dan
bersembunyi sampai berhari-hari. Hilangnya Teweraut membuat hati kedua orang
tuanya gelisa akan keselamatan anaknya. Sehingga mereka meminta bantuan kepada
seluruh hewan untuk mencari keberadaan Teweraut.
Tangisan
kedua orang tua Teweraut terdengar oleh Piaut yang merupakan seekor burung
Kasuari. Karena belaskasihannya, Piaut memutuskan untuk mencari keberadaan
Teweraut dengan berjalan mengelilingi hutan kurang lebih tiga hari lamanya.,Pada
akhirnya, Piaut menemukan Teweraut yang sedang bersembunyi.
Piaut
menanyakan alasan kenapa sampai Teweraut melarikan diri ke hutan. Tewerautpun
menceritakan kisah pilu yang didapatkannya dari Biwiripit berserta keluarganya.
Sehingga membuat Piaut menjadi ibah terhadap nasib yang dialami oleh Teweraut.
Sehingga dia berjanji akan mengantar Teweraut untuk menemui kedua orang tuanya.
Piaut
dan Tewerautpun berjalan menuju ketempat dimana kedua orang tua Teweraut
berada. Sebelum Teweraut sampai kepada keluarganya, Piaut meminta Teweraut
untuk menunggu dibawah pohon ketapang, lalu ia menghampiri kedua orang tua
Teweraut. Setelah Piaut memberitahukan tentang keberadaan Teweraut, hati kedua
orang tua itu sangat gembira.
Akhirnya,
Teweraut bisa berjumpa kembali dengan kedua orang tuanya. Mereka beranjak
kembali ke kampong disaat matahari mulai turun, sesampai di kampong Teweraut
tidak kembali ke Keluarga Biwiripit tetapi dia tinggal bersama dengan kedua
orang tuanya. Begitu pula dengan Pecende yang setelah dari siumannya, ia
kembali ke orang tuanya. Alhasil Biwiripit hidup seorang diri tanpa istri,
akibat dari kedua wanita yang cantik jelita itu memutuskan untuk meninggalkan
Biwiripit.
Jangan
lupa….!!! ikuti terus blog ini yang akan menampilkan hal-hal menarik mengenai
suku Asmat.
Dormom..o…o..